Selasa, 12 April 2011

Manusia dan Keadilan

Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil. Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati. Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.

Keadilan adalah pengakuan atas perbuatan yang seimbang, pengakuan secara kata dan sikap antara hak dan kewajiban. Setiap dari kita “manusia” memiliki itu “hak dan kewajiban”, dimana hak yang dituntut haruslah seimbang dengan kewajiban yang telah dilakukan sehingga terjalin harmonisasi dalam perwujudan keadilan itu sendiri.

Keadilan pada dasarnya merupakan sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap manusia dibumi ini dan tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan. Menurut Aristoteles, keadilan akan dapat terwujud jika hal – hal yang sama diperlakukan secara sama dan sebaliknya, hal – hal yang tidak semestinya diperlakukan tidak semestinya pula. Dimana keadilan memiliki cirri antara lain ; tidak memihak, seimbang dan melihat segalanya sesuai dengan proporsinya baik secara hak dan kewajiban dan sebanding dengan moralitas. Arti moralitas disini adalah sama antara perbuatan yang dilakukan dan ganjaran yang diterimanya. Dengan kata lain keadilan itu sendiri dapat bersifat hukum.

 Faktor yang mempengaruhi KEADILAN antara lain :
1.   Faktor ekonomi. Setiap berhak hidup layah dan membahagiakan dirinya. Terkadang untuk mewujudkan hal tersebut kita sebagai mahluk lemah, tempat salah dan dosa, sangat rentan sekali dengan hal – hal pintas dalam merealisasikan apa yang kita inginkan dan pikirkan. Menghalalkan segala cara untuk mencapai sebuah tujuan semu tanpa melihat orang lain disekelilingnya.
2.   Faktor Peradaban dan Kebudayaan sangat mempengaruhi dari sikapdan mentalitas individu yang terdapat didalamnya “system kebudayaan” meski terkadang halini tidak selalu mutlak. Keadilan dan kecurangan merupakan sikap mental yang membutuhkan keberanian dan sportifitas. Pergeseran moral saat ini memicu terjadinya pergeseran nurani hamper pada setiapindividu didalamnya sehingga sangat sulit sekali untuk menentukan dan bahkan menegakan keadilan.
3.   Teknis. Hal ini juga sangat dapat menentukan arah kebijakan bahkan keadilan itu sendiri. Terkadang untuk dapat bersikapadil,kita pun mengedepankan aspek perasaan atau kekeluargaan sehingga sangat sulit sekali untuk dilakukan. Atau bahkan mempertahankan keadilan kita sendiri harus bersikap salah dan berkata bohong agar tidak melukai perasaan orang lain. Dengan kata lian kita sebagai bangsa timur yang sangat sopan dan santun.

Sumber : 
http://filsafat.kompasiana.com/2010/04/28/manusia-dan-keadilan/
http://www.simplyblog.tk/2009/11/manusia-dan-keadilan-soft-skill-ibd.html

Sabtu, 02 April 2011

BUDAYA SEPERTI DARAH YANG MENGALIR DI JIWA

Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurutSoerjanto Poespowardojo 1993).
Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.

Akhir-akhir ini kita sering mendengar perebutan budaya. Budaya Indonesia yang di kleim oleh negara asing yang membuat rakyat sebagai pemiliknya marah. Bagai mana bisa di kleim? Dan mengapa?

Sebelumnya kita lihat dari apa itu budaya. Budaya adalah sesuatu yang di wariskan turun temurun yang berasal dari kehidupan masyarakat. Budaya di Indonesia semakin lama semakin luntur. Terutama kecintaan orang-orang Indonesia terhadap budaya mulai memudar. Sikap gaya pro dan kontra cenderung kepada pandangan budaya barat dan timur. Banyak yang mengatakan budaya Indonesia adalah budaya timur. Menurut saya itu salah. Kalau demikian negara-negara yang meng kleim negaranya adalah negara timur berhak memiliki budaya Indonesia. Perjalanan Budaya Indonesia yang memulai memudar dengan adaya pembagian barat dan timur sejak perang dunia ke 2. Membuat penggambaran budaya seperti benda begian atau milik daerah timur. Pemahaman sebagai benda itu yang membuat budaya mudah di singkirkan ataupun di miliki oleh semua orang.


Pemikiran budaya sebagai benda cendereng membuat benda itu di perebutakan seperti akhir-akhir ini. Kita lihat saja batik yang di kleim oleh negara tetangga. Kita Mungkin melihta batik itu sebagai benda yang bisa di pertahankan. Sedakan kalau kita memaknai mengapa batik itu milik Indonesia. Mungkin jawabannya nenek moyang Indonesia yang dulu menciptakan batik. Sebenarnya itu jawapan yang membuat anda melupakan batik. Dalam setiap goresan batik memiliki makna-makna kehidupan bermasyarakan. Ataupun tahta tingkatan hidup bermasyarakat. Setiap goresan makna itu tidak akan pernah bisa di tiru oleh negara manapun. Karena makna itu cuma bisa di rasakan di tempat aslinya. Kita lihat yang modern, Joger di bali. Pemproduksi kaos ini banyak di jiplak bahkan banyak yang mengatasnamakan Joger. Namun tidak pernah kehilangan penikmat, ataupun pelanggannya. Karena Ide kreatifnya, tidak dapat di tiru oleh siapapun. Pemaknaan kata sebagai ujud pola pikir tim kreatif joger membuat penikmat joger lebih merasakan kepuasan bila membeli di Tokonya yang asli.

Begitupun batik, ujud dari gambaran pemikiran, gambaran kehidupan. Yang tidak akan pernah mampu di tiru di jiplak oleh siapapun. Tidak hanya batik, begitu juga budaya yang lain seperti reogponorogo, aklung, dll. Kebudayaan adalah lambang ujud kehidupan Indonesia. Jika anda masih memandang budaya sebagai benda peninggalan, maka tidak akan lama anda mampu mempertahankan.

Memang segala sesuatu yang hilang pasti di rindukan, segala seuatu yang di curi maka akan kehilangan. Namun budaya tidak akan pernah di rindukan dan tidak akan pernah hilang. Karena budaya itu aku. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan Sosial dan Kebudayaan

Kecenderungan perubahan sosial dan kebudayaan banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor tersebut ada yang mendorong, memperlancar, mempengaruhi, menghambat, ataupun menghalangi setiap perubahan sosial dan kebudayaan.
 
1. Faktor Pembentuk Kebudayaan
 
Kebudayaan itu dapat terbentuk karena berbagai faktor. Faktor pembentuk kebudayaan itu, antara lain :
a. Manusia dengan cipta, rasa, dan karyanya;
b. Lingkungan alam;
c. Kontak antarbangsa atau disebut pula dengan kultur kontak;
d. Keyakinan kepercayaan dan peranannya dalam pembentukan kebudayaan
 
2. Faktor yang Mendorong dan Mempengaruhi Perubahan Kebudayaan
 
Faktor yang dapat mendorong dan mempengaruhi perubahan kebudayaan meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Perubahan lingkungan alam (musim, iklim, dan land use).
b. Perubahan kependudukan (jumlah, penyebaran, dan kerapatan penduduk).
c. Perubahan struktur sosial (Organisasi pemerintahan, politik, negara, dan hubungan internasional).
d. Perubahan nilai dan sikap (sikap mental penduduk, kedisiplinan, dan kejujuran para pemimpin).
 
3. Faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial dan Kebudayaan
 
a. Sebab-sebab berasal dari luar masyarakat
- Peperangan antarnegara
- Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
b. Sebab-sebab berasal dari lingkungan fisik di sekitar manusia; Bencana alam
c. Sebab-sebab bersumber pada masyarakat itu sendiri
- adanya penemuan baru
- bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk
- terjadinya pemberontakan
- pertentangan dalam masyarakat itu sendiri

Bentuk-bentuk perubahan sosial budaya dapat terjadi secara cepat maupun lambat. Selain itu, perubahan sosial budaya ini juga dapat berpengaruh luas maupun tidak luas dan perubahan sosial budaya dapat direncanakan pula dapat tidak direncanakan. Adapun macam-macam perubahan sosial budaya meliputi :

a. Akulturasi adalah pertemuan dua kebudayaan dari bangsa yang berbeda sehingga satu sama lain saling mempengaruhi. Misal lahir kebudayaan Hindu-Jawa.
b. Sinkretisme adalah perubahan kebudayan di masyarakat secara damai, tidak ada pertentangan karena kedua sisi berpadu dengan sinkron
c. Milenarisme atau mesianisme adalah perubahan kebudayaan di masyarakat yang sudah dinantikan bersamaan munculnya pemimpin yang dianggap bijaksana, adil, dan wibawa. Misal adanya gerakan ratu adil di Indonesia di awal masa kemerdekaan.
d. Asimilasi adalah proses sosial dua kebudayaan yang berbeda secara berangsur-angsur sehingga berkembang dan melahirkan kebudayaan baru..
e. Adaptasi adalah proses penyebaran kebudayaan yang masing-masing kebudayaan tersebut bisa beradaptasi dengan lingkungannya.
f. Nominasi terjadi jika kebudayaan setempat terdesak dan lenyap oleh kebudayaan baru.
g. Sintesis adalah terjadinya percampuran dua kebudayaan yang berbeda dan melahirkan bentuk kebudayaan baru yang berbeda dari keduanya.

Sumber :
Sri Wahyuni, S.Ip, Niniek dan Yusniati, S.H., S.Pd (2005), Manusia dan Masyarakat. Jakarta: Ganeca Exact.
Drs. Nurseno (2004), Kompetensi Dasar Sosiologi. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri